Jumat, 08 November 2013

Amal dan Ikhlas

Amal dan Ikhlas
Seorang pemuda yang berprofesi sebagai ahli amal ibadah berkunjung ke rumah seorang sufi dan beniat ingin membanggakan hasil amalnya kepada sang sufi. Sang pemuda dengan bangga mengatakan dirinya sudah melakukan seluruh amal perbuatan baik, amal yang wajib, sunah, baca Alquran, menolong, dan berkorban untuk orang lain. Harapan sang pemuda itu adalah masuk surga dengan tumpukan amalnya, karena pemuda itu mencatat dalam buku hariannya segala amal yang dia perbuat secara detail hari demi hari.
“Saya rasa sudah cukup baik apa yang saya lakukan Tuan Sufi, dan amal ibadah untuk bekal bagi saya ke surga.” Sang sufi menjawab dengan pertanyaan,
“Apa yang sudah kamu lakukan? Dan kapan kamu menciptakan amal ibadah? Kok kamu merasa punya?” P emuda itu terdiam, lalu berkata,
 “Saya sudah melakukan perintah dan larangan Allah dengan jerih payah dan usaha saya.”
 “Siapa yang menggerakkan jerih payah dan usahamu itu?” sang sufi bertanya lagi.
“Kalau bukan saya, siapa lagi,” jawab pemuda ahli ibadah
seraya menyombongkan diri.
“Jadi, kamu mau masuk surga sendiri dengan amal-amalmu
itu?”
 “Jelas dong, Tuan!”
“Saya tidak menjamin kamu bisa masuk ke surga. Kalau toh
masuk, kamu malah akan tersesat di sana.”
Pemuda itu terkejut, bahkan marah atas ungkapan sang
sufi, tapi pemuda itu tetap diam menahan rasa marah di hati. Dia
ingat kalau dia harus beramal ibadah yang baik.
“Mana mungkin di surga ada yang tersesat, jangan-jangan
Tuan Sufi ini beraliran sesat,” kata pemuda itu menuding, sedikit
melampiaskan marahnya kepada sufi.
“Kamu benar… tapi sesat bagi setan dan petunjuk bagi saya.”
“Tolong diperjelas, Tuan.”
“Seandainya seluruh amalmu itu ditolak oleh Allah,
bagaimana?”
“Lho, kenapa?”
“Siapa tahu kamu tidak ikhlas dalam menjalankan amal
ibadah kamu.”
“Saya ikhlas kok… sungguh ikhlas, bahkan setiap keikhlasan
amal saya masih saya ingat semua.”
“Nah, mana mungkin ada orang yang ikhlas, kalau masih
mengingat-ingat amal baiknya? Mana mungkin kamu ikhlas
kalau masih mengandalkan amal ibadah? Mana mungkin kamu
ikhlas kalau sudah merasa puas dengan amal Anda sekarang
ini?”
Pemuda itu duduk bingung seperti mengalami cercaan.
Pikirannya melayang, membayangkan bagaimana soal tersesat
di surga, soal amal yang tidak diterima, soal ikhlas dan tidak
ikhlas. Dalam kondisi setengah frustrasi, sang sufi menepuk
pundaknya.
 “Hai anak muda, jangan kecewa dan jangan putus asa. Kamu
cukup istighfar saja. Kalau kamu berambisi masuk surga, itu
baik. Tapi kalau kamu tidak bertemu dengan Sang Tuan Pemilik
dan Pencipta Surga, bagaimana? Kan sama dengan orang masuk
rumah orang, lalu kamu tidak berjumpa dengan tuan rumah.
Apakah kamu seperti orang linglung atau orang yang bahagia?”
“Saya harus bagaimana Tuan….”
“Mulailah menuju Sang Pencipta Surga, maka seluruh
nikmatnya akan diberikan kepadamu. Amalmu bukan tiket ke
surga, tapi keikhlasanmu dalam beramal merupakan tiket dan
wadah bagi rida dan rahmat-Nya. Insya Allah, dengan begitu
akan menarik dirimu masuk ke dalamnya….”
Pemuda itu semakin bengong antara tahu dan tidak.
“Begini saja, anak muda. Mana mungkin surga tanpa Allah,
mana mungkin neraka bersama Allah?”
Pemuda itu tetap saja bengong, mulutnya melongo seperti
kerbau. “Dasar anak muda,” gumam sang sufi dalam hati.
***
Ikhlas menduduki peringkat pertama dalam intisari iman karena iman mengobati pangkal segala keburukan. Siapa pun tahu, bahwa ikhlas adalah jurus ampuh yang dipakai dalam menghadapi masalah. Apa pun amal yang kita kehendaki, tidak akan afdal jika tidak diikutsertakan ikhlas dalam hati. Murni, layaknya ASI dari seorang ibu yang melahirkan. Ikhlas yang sesungguhnya adalah murni dalam hati. Bayangan setan selalu menggoda kita agar mereka selalu memenangi peperangan batin antara kebaikan dan keburukan. Maka, di saat itulah kita diuji. Walaupun seolah ringan tak bertuan, hal-hal keburukan itu kerap terjadi menghantui jiwa. Sebut saja sifat yang kita kenal, yaitu ‘sombong’.

SETIAP KEMENANGAN PASTI ADA KESABARAN…..

Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yg sedang baca koran… ayah anak“Ayah, ayah” kata sang anak…

“Ada apa?” tanya sang ayah…..

“aku capek, sangat capek … aku capek karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek…aku mau menyontek saja! aku capek. sangat capek…

aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! … aku capel, sangat capek …

aku cape karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung…aku ingin jajan terus! …

aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati…

aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku…

aku capek ayah, aku capek menahan diri…aku ingin seperti mereka…mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah ! ..” sang anak mulai menangis…

Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata ” anakku ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang… lalu sang anak pun mulai mengeluh ” ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah krn ada banyak ilalang… aku benci jalan ini ayah” … sang ayah hanya diam.

Sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang…

“Wwaaaah… tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat ini!” sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau.

“Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.

” Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah…?”

” Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?”

” Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tau ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu”

” Ooh… berarti kita orang yang sabar ya yah? alhamdulillah”

” Nah, akhirnya kau mengerti”

” Mengerti apa? aku tidak mengerti”

” Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi… bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga… dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangatt indah.. seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku”

” Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ”

” Aku tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat … begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi… ingatlah anakku… ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri… maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri… seorang pemuda muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena ia tahu ada Allah di sampingnya… maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang… maka kau tau akhirnya kan?”

” Ya ayah, aku tau.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini … sekarang aku mengerti … terima kasih ayah , aku akan tegar saat yang lain terlempar ”

Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya.

Rabu, 30 Oktober 2013

Naskah Drama Kampung Kardus

Add caption

   Kampung Kardus
   Karya : Gepeng Nugroho

Babak 1
Sebuah perkampungan kumuh, bangunan-bangunan dari kardus. Orang-orang beraktifitas seperti biasanya, mengumpulkan barang-barang bekas, berangkat sekolah dan lain sebagainya, layaknya kehidupan perkampungan pemulung.

Siti               :(memasang tali sepatu) ahhhhh…… hari ini ndak di sangoni lagi. Suruh puasa sama simbok. Katane seperti biasane : ndok selagi masih sekolah kamu harus prihatin, kita ini orang miskin, ndak usah jajan ndak apa-apa, nadak bakalan mati, mending kamu puasa saja, biar pinter. Walah tiap hari kok suruh puasa.
Mbok Rahmi: ndok, piye to ora ndang berangkat, malah ngrundel nyapo to?  Ngeledek simbok, soalnya ngak disangoni, iya?
Siti              : siapa yang ngledek simbok, wong lagi ngapalin pelajaran kok. Katane suruh pinter.
Mbok Rahmi  : ngapalin pelajaran kok sambil merengut?
Siti              : pelajaran drama kok, teater….. ini namanya mimik, ekspresi muka, kan harus ekspresif.
Mbok Rahmi  : awas ya kalo ngeledek simbok, kuwalat nanti!
Siti              : walah….. ndak-ndak…..

Simbok berbalik kembali mau masuk kedalam rumah, siti merengut mengejek mbok rahmi, beberapa langkah jalan lalu jatuh terpeleset. Rahmi berbalik menengok.

Rahmi          : jalan itu ati-ati… cah ayu!.
Siti               : tenang mbok, ndak apa-apa, hanya kepleset. Aduuuhhhh.
Rahmi          : bener nggak apa-apa? Apa mau pura-pura sakit biar mbok nulis surat ijin biar kamu bolos?
Siti               : walah… ndak mbooookkk! Lagian sombong, mbok kan nggak bisa nulis, mau nulis surat ijin segala.
Rahmi          : makanya jangan jadi orang bodo, walaupun nggak punya uang kamu harus tetep sekolah, biar pinter, bisa nulis surat ijin  untuk anakmu mbesok.
Siti             : ya sudah mbok, siti berangkat sekolah dulu  assalamu’alikum (mencium tangan rahmi)
(keluar)
Rahmi berblik masuk kedalam rumah.

Siti               : dasar simbok…….. eh ntar kuwalat lagi…………

Babak 2
Siti exit
Masuk denok, kemudian memilih – milih sampah

Denok          : bosen, tiap hari seperti ini, ndak ada perubahan. Kalo seperti ini terus hidup juga ndak akan maju-maju. (sambil memungut dan memasukkan kedalam karung).

Neneng masuk.

Neneng        : kenapa nok? Komat kamit seperti itu? Denok (diam dan mlengos) We di Tanya kok malah mlengos.
Denok          :  aku bosen.
Neneng        : opo, bosen, kamu wes bosen sama aku, oh yoh west lah….., aku juga ndak pate`en ndak kekancan sama kamu (nyecos) klo gitu loe gue end !
Denok          :he kamu ngomong apa sich?, makanya kalo ada sesuatu itu ditelaah terlebih dulu biar ndak mis komunikasi, aku kan belum selesai ngomongnya.
Neneng        : apa lagi? Sudah cukup jelas penjelasan dari kamu tadi. Singkat, padat dan jelas ndak usah di reply.
Denok          : bentar to, sebentar…… aku kan ndak ngomong kalo aku bosen sama kamu? Walaupun memang kamu itu orangnya mbosenin. Tapi Aku ini bosen dengan kehidupan kita sekarang. Apa kamu juga ndak bosen ? tinggal diantara rumah-rumah kardus, sampah-sampah. Kita ini seperti bukan manusia saja. Kita ini kaum masyarakat yang ndak dianggep oleh dunia.
Neneng        :terus gue harus bilang Wao gitu ? Ndak ada yang bisa kita lakukan nok.
Denok          : ya memang ndak ada kalo kita cuman bisa nerimo ing pandum,
Neneng        : kita kan udah kerja siang malam, itu kan usaha.       Tuh tadi lihat mbok rahmi menyekolahkan si siti itu juga salah satu usaha untuk menuju kaya. Siapa tahu setelah disekolahkan, walaupun untuk makan saja sulit, kalo mau beyar sekolah saja nunjang sana sini cari utangan, nanti siti jadi orang pinter, dapat kerjaan yang mapan, terus kaya. Itukan juga sudah upaya menuju kaya.
Denok          : , kelamaan……. keburu punya uban.
Neneng        : la maumu terus gimana? Ngepet?
Denok          : gak gak lha ! aku mau pergi dari kampung kerdus ini. Aku mau nyari kerja.
Neneng        : mau kemana kamu?
Denok          : nang ndi ae west gedhe, mungkin ke kota, asal tidak detempat ini

Mbok jah     : (menghampiri denok dan neneng)

Denok          : pokoknya aku mau kerja apa saja asal halal
Mbok jah     : kamu mau kemana cah ayu? Kamu ndak boleh pergi, lalu mbokmu ini sama siapa kalo kamu pergi.
Denok          : mbo,k denok pengen jadi orang kaya. Simbok kan seneng kalo jadi wong sugih?
Mbok jah    : yang terpenting bagi simbok adalah kita tetep bisa kumpul. Makan ndak makan asal kumpul.
Denok          : simbok harus dukung dong cita-cita luhur anakmu.
Mbok jah    :  kamu boleh kerja apa saja, dimana saja, asal masih tinggal bersama mbokmu dirumah.
Denok          : ah simbok kolot, gak gaul. Gak asyik, g keren

Denok (keluar sambil mengomel)

Mbok jah     : ra gaul? Nok apa to maksidte? neng apa majsudnya aku ndak gaul?
Neneng        :  simbok biar keliatan gaul pake celana jeans aja. Hahahahahaaa…….
Mbok jah     : hus ngawur kamu itu neg.
  Nok..... kamu ndak boleh tinggalin simbok (berlari menuju denok)
Mbok jah exit

Beberapa saat kemudian masuk surti

Surti             : neeeng….. emergrncy ,neng! Emergensi ! kamu harus Bantu aku neng. Ini penting, kamu akan sangat berjasa kalo bisa Bantu aku.
Neneng        : apa sih lebay dech!
Surti             : aku dapat surat dari kang samsul. Kang samsul kangen sama aku, pengen cepet ketemu. Sebentar lagi pulang. (berbunga –bunga)
Neneng        : syukurlah kalo begitu, la terus apa hubungannya denganku? Kamu mau minta bantuan apa coba?
Surti             : tolong bacain surat ini dong.
Neneng        : lo.. kok…..ajaib?
Surti             : ajaibnya? kamu kan tahu sendiri aku tidak bisa baca.
Neneng        : terust? kok kamu tahu tadi isi suratnya?
Surti             : baru perkiraan aja.

Neneng membuka surat.

Neneng        : lo kok tulisannya pake tinta merah?
Surti             : itu tandanya cinta. Ah nggak gaul kamu. Kalo surat cinta itu kan harus penuh warna cerah. Nggak pernah nulis surat pasti?
Neneng        : Zaman gini masih surat-suratan, sms dong atau e mail pesbook, twittwer.
Surti             : walah jangan banyak ngomong, cepetan kamu bacain, tapi ingat jangan bocorin sama siapa-siapa ya, aku kan malu, siapa tahu isi suratnya juga hot. hehehehehe
Neneng        : (membacakan surat) dek surti yang cantik…. Lama banget kakang ndak pernah kasih kabar sama adek. Gimana kabarnya sekarang dek?
Surti             : baik kang, bagaimana kabarnya kang samsul?
Neneng        : syukurlah kalo begitu, kang samsul baik-baik aja, tenang aja kamu ndak usah kawatir. Ada hal yang sangat penting yang ingin kakang sampaikan pada der sur.
Surti             : apa itu kakang?
Neneng        : kita kan sudah lama menjalin hubungan cinta.
Surti             : maksud kakang pasti mau pulang terus mau ngelamar aku kan?
Neneng        : bukan itu dek, justru karena sudah terlalu lama dan kayaknya tidak ada peningkaan bagi hati kakang, lagian disini kakang sudah menemukan yang lain, maka dengan berat hati dek, kakang putuskan untuk kita akhiri hubungan ini, kakang sudah berencana menikah dengan orang nggombong.
Surti             : (menangis)
Neneng        : jangan menangis to dek
Surti             : (merebut surat kemudian merobeknya) kamu jahat kakang, kamu tidak setia ( menangis sambil exit)
Antok       : ada apa to? Neng?
Rukmini       : kamu nakalin surti yo neng?
Neneng        : kayak anak kecil saja, ini urusan hati dan perasaan. Love. Heart…
Antok       : walah ngomong pateng pentuntung, keduwuren. Ngomong wae tentang kerdus, kertas sekilo 700, plastic bekas. Hidup di tempat sampah kok ngomongin cinta.
Neneng        : la wong bukan aku kok , surti oleh pateng penteleng e kok nanggon aku.

Orang2 (rukmini, neneng, antok) kembali beraktifitas kembali.
Beberapa saat kemudian masuk mbok jah sambil menangis.

Rukmini       : opo meneh…. Hari ini kok syarat dengan tangisan.
Mbok jah     : neng denok minggat, kabur, eh pergi dari rumah., eh minggat. Eh terzerah apa lah sebutannya
Neneng        : apa mbok?
Antok       : tenane? Ojok ngarang to mbok?
Mbok jah     : tenan denok ninggalin surat ini.
Rukmini       : apa isinya?

Orang - orang mulai berkumpul mendekat. (neneng, Antok, Rukmini)

Mbok jah    : makanya aku datang kesini, tolong bacakan suratnya neng, aku ndak bisa baca.
Antok       : lo critanya gimana kok ada acara minggat segala.
Mbok jah    : sek kowe menengo sek, biar neneng  baca suratnya.
Antok      : jangan sama neneng, dia itu tukang ngawur kalo suruh baca surat.
Neneng        : apa kamu aja nih yang baca???
Antok       : lo kamu kan tahu kalo aku tidak bisa baca. Ngece. hmmmmmm
Neneng        : yo wes makane meneng wae.:Simbok yang terhormat, maafkan denok, denok ndak pamitan pergi dari rumah, kalo denok pamit mesti simbok ndak mengijinkan, jadi denok langsung cabut saja. Tapi simbok ndak usah kawater, denok akan jaga diri baik-baik. Demikian juga simbok juga harus jaga diri baik-baik. Takecare mbok. Peluk cium dari ananda tercinta…. Muach…… denok.
Mbok jah   : denok….. teganya kamu ndok ninggalin simbok sendiri…..

Orang orang kemudian ribut juga menenangkan simbok. Simbok pingsan, kemudaian beramai-ramai orang orang mengotongnya.
Semua Exit

Babak 3


Lurah mengadakan inpeksi mendadak didalam kampung.

Carik           : wah wah wah, disini semakin lama sampahnya semakin banyak, ya?
Lurah           : iya, namanya juga kampungnya pemulung
Carik            : nah disekitar sini maunya bos besar mau bangun perum elite itu.
Lurah           : yayayayaaa….. daerah seperti ini kok ya laku ya?
Carik            : Mungkin ada pertimbangan-pertimbangan tertentu, kita kan ndak ngerti yang menjadi planing bos besar dari kota itu.
Lurah           : Tempat kumuh gini kok laku ya? Ndak habis pikir, aku !
Carik            : sekarang yang ndak laku itu apa to pak lurah.  Sekarang banyak kekurangan lahan, populasi penduduk semakin meningkat tetapi lahan tetap malah seolah makin menyempit.
Lurah           : kamu harus bisa mengatasi penduduk kampung ini. Ini kan  tugas mudah, bagaimana caranya saja kamu menyampaikannya.  Mereka itu orang - orang bodo jadi gampang dikibulin. Kamu janjikan saja uang gantinya.
Carik            : la memang sudah dijatah to dari bos besar? Semeternya 200 rb.
Lurah           : bodo, kamu itu gak bakat kaya. Bilang sama mereka tanah itu di beli seharga 50 ribu, kalo nggak mau akan dibongkar paksa. Lagian itu kan bukan tanah milik mereka. Uang ganti rugi itu diberikan juga karena kasian pada mereka.
Carik            : sory lo pak lurah, gak mudeng deh saya.
Lurah           : kamu pengen ngerasain naik mobil pribadi to? Dengerin fan musik yang jeduk-jeduk? Duit itu bisa buat beli mobil yang jeduk-jeduk. (sambil belagak koplo)
Carik            : duit saya yang utama mau tak buat bangun WC dulu ah pak. ;la wong saya kalo buang hajat masih dikali. Masak naik mobel jeduk-jeduk tapi buang hajadnya masih dikali.
Lurah           :  terserah kamu sajalah, kita atur sendii-sendiri duit kita.
Carik            : betul, yang terpenting kan kita dapat duit banyak, okeh to bos?
Lurah           : pokoknya, kamu atur deh nanti.
Antok       : eee pak lurah kadingaren pak lurah mau datang kemari, bukan lagi kampanye kan bu?
Lurah           : nah kebetulan kok sepi lagi pada kemana?
Antok       :  ya biasa to bu, kerja. Ada apa to pak? Ada program sensus?
Lurah           :  (pada carik) kamu kumpulkan deh orang-orang sekarang.
Carik            :  (pada Antok) kita mau ketemu dengan seluruh warga, kamu sekarang kumpulkan mereka ya, sifatnya penting dan sangat mendesak.
Antok       : la ya tapi ada apa?
Carik            : Ada program kesejahteraan masyarakat yang harus segera disampaikan pada masyarakat.
Rukmini       : Pembagian bantuan subsidi BBM diajukan ya pak, atau malah di tambah?
Carik            : Wes ndak usah cerewet, laksanakan saja tugas tadi, dasar wong susah, sugihe mung sugih omong.
Antok       : (melihat Rukmini, kemudian memanggil) pak lurah sama sekdes mau ketemu dengan seluruh warga, ini sifatnya penting dan sangat mendesak. Kamu sekarang kumpulin seluruh warga, ini perintah langsung.
Rukmini       : (Pada Antok) kamu saja yang kumpulin seluruh warga. Aku sibuk.
Antok       : wes cepet, ndang budal !

Rukmini exit.

Orang  1      : beres sebentar lagi warga akan datang.
Carik           : warga yang baik.

Beberapa saat kemudian warga mulai berdatangan.

Antok       : ada apa pak?
Rukmini       : kadingaren banget mengadakan sidak.
Mbok Rahmi : apa itu sidak?
Otang 2       : infeksi mendadak.
Antok       : walah… inspeksi mendadak.
Lurah        : we neng kamu sekarang ganti profesi to? Sekaraang jualan sayur
Neneng        :  iya lah pak, lumayan sekarang ndak kotor lagi, sekarang bisa dandan
Antok       : walah memang kamunya saja yang mentel.
Neneng        : orang jualan itu harus tampil cantik dan menarik biar jualannya laku.
Antok       :  jualan apa dulu?
Neneng        : ya sayur to, memangnya apa? kalo jualan sayur nglomprot kayak kamu ya males yang beli
Antok       : yeee kok malah ngece to kowe neng ......

Terjadi kericuhan. .

Carik            :  wes… wes…. Saudara-saudara sekalian, sengaja saudara2 sekalian dikumpulkan mendadak oleh kami disini adalah ada hal yang sangat penting yang perlu saudara sekalian ketahui.
Surti           : (masuk) kok rame – rame? Kang samsulku dateng yaaa! Mana kang samsulku???
Carik            :  Kang Samsul, gudulmu.
Semua         : sokor…..
Surti           : (menangis) hiks,,, hiks,,, kang samsul dimana? (menyingkir)
Carik            : saudara sekalian, kami datang kemari untuk memberikan kabar gembira untuk kalian. Wilayah ini, kampung kardus yang kalian tinggali ini akan segera dibangun perum elite oleh kontraktor dari kota sana.

Semua bersorak gembira.

Neneng        : la sek…. Tapi terus bagaimana nasib kita selanjutnya, apa perum elite itu terus menjadi milik kita?
Carik            : la kok nyimut. Kalian akan dipindahkan dari tempat ini.
Rukmini       : digusur? Enak saja. Ndak bisa.
Carik            :  bisa. Kalian naninya akan di beri ganti rugi tiap warga untuk memcari tempat dan membangun rumah kembali.

Semua warga gaduh.

Antok       : berapa banyak kalian beri kami ganti rugi.
Carik            : ganti ruginya cukup besar. Lima puluh ribu.
Lurah           : empat puluh saja.
Carik            : maksud saya empat puluh ribu.

Warga tidak setuju.

Lurah           : ya udah limapuluh ribu.
Carik            : lo katanya 40 ribu pak?
Lurah           : ini namanya strategi negosiasi
Carik            : ya sudah saya naikkan menjadi 50 rb

Warga masih menolak dan makin ramai.

Carik            : wah sudah ndak kondusif ini pak lurah.
Lurah           : pokoknya kami atur.
Carik            : baiklah kalo begitu, masalah ganti rugi nanti  perwakilan dari kalian akan  kami ajak berembuk di kelurahan. Kita tunggu di kelurahan.

Lurah dan carik exit. (bareng : asssalammualaikum)

Orang-orang masih gaduh, kemudian memilih perwakilannya untuk pergi kekelurahan.
Beberapa orang exit. Sementara yang lain kemudian berkerumun membicarakan penggusuran itu.
Beberapa saar kemudian masuk siti.

Siti               : ada apa to mbok? (pulang kuliah)
Mbok Rahmi  : kita akan di gusur ndok.
Siti               : apppa>>!!!! digusur?

Rahmi kemudian cerita soal penggusuran itu.

Siti               : waduh mbok, ndak bisa begitu,  kalo gitu biar siti juga pergi kekelurahan.
Mbok Rahmi : Tenang semua ya, anakku siti yang akan berdialog dengan pak lurah, dia kan bocah sekolahan, bocah pinter, pasti bisa bernegosiasi untuk kepentingan kita.
Neneng      : seng ngati-ati ya sit, kamu pasti bisa, kita serahkan tanggung jawab ini sepenuhnya kepadamu. Selamat berjuang kawan, hidup mati kita ada di tangan kamu!. Hidup kampung kardus!!!!
Semua Orang            : Hidup
Rukmini       : hidup siti Zulaikah permata sari ......
Antok       : sek... sek... sek      sapa jenenge? Siti.....
Rukmini       : siti Zulaikah permata sari
Antok      : Apik tenan saiki jenenge....... kok ganti yo mi jenenge anakmu....  siti zaenab to?
Mbok Rahmi :  Lak yo supaya keren to, sudah jadi mahasiswi.......
Rukmini       : hidup siti Zulaikah permata sari
Semua          : hiduuuuuuuuuuuuppppp..... 
Siti exit

Babak 4
Orang makin kwatir dan was-was dengan penggusuran itu. Mereka berharap penggusuran itu tak jadi di lakukan.

Siti berdiskusi dengan pak lurah dan bu carik.
Carik           : siti, percaya deh sama kita (wajah sok imut)
                      Kalian semua nantinya akan terbebas dari kekumuhan. Kalian kan ndak bisa terus-terusan tinggal di kampung kardus
Lurah           : betul itu, Siti! Tidak baik juga untuk perkembangan generasi penerus kalian nantinya. Kamu kan mahasiswa, jadi pasti tahu peran lingkungan bagi tumbuh kembang anak
Siti             : ya, itu memang benar. Tapi kami tidak setuju kalo uang gantinya hanya 50ribu/meter.
Lurah           : lho, itu kan sudah merupakan uang yang banyak mahal untuk orang-orang seperti kalian.
Siti             : Apa? Bagaimana mungkin bapak bisa berkata seperti itu? Kelihatannya memang banyak, tapi bagaimana kami bisa mencari rumah baru jika hanya punya uang yang  buat kos 1 bulan aja gag cukup??? Terlalu?!
Carik           : itu mah Derita Loe?!
Siti             : pokoknya saya dan warga tidak akan meninggalkan Kampung Kardus kecuali ada ganti rugi yang layak!
Lurah           : begini saja, kalau kamu mau membantu kita untuk membujuk para warga, kamu akan kami beri uang ganti rugi yang lebih besar dari mereka. Bagaimana?
Siti             : Maaf, Bapak Lurah dan Ibu Carik yang terhormat. Jika Anda menawarkan uang agar saya mau menghianati kepercayaan mereka? Tidak, Terima Kasih!
                      Assalamualaikum. (meninggalkan ruangan)
Carik+Lurah : (terperangah)

Babak 5
Siti             : (memasuki perkampungan Kardus dan tertunduk lesu)
Antok          : bagaimana hasilnya, Sit? (mendekati Siti)
Rukmini        : iya, bagaimana hasil rapatnya tadi?
Mbok Rahmi : Cah ayu, kamu ndak apa-apa?
Siti             : aku ndak apa-apa, Mbok.
Mbok Jah    : terus ini nasib kita gimana to, nduk?
Siti             : mereka tetep bersikukuh untuk menggusur kampung kita ini. Saya sih sebenarnya mau aja, Mbok. Asalkan uang ganti ruginya cukup untuk membangun rumah baru. Meski ndak bagus yang penting bisa buat tempat berteduh.
Neneng        : iyo, pak lurah itu sungguh kejam! Tidak memikirkan nasib kita tapi malah membela kontraktor itu!
Antok          : sekarang kita hatus bertindak cepat, kita protes besar-besaran, kalo perlu anarkis. Mogok makan!
Rukmini        : nek disuruh mogok makan wegah, aku ora kuat!
Antok          : cuman menggertak saja. Kalo ndak, kita tuntut mundur pak lurah.
Surti           : (masuk pentas dengan dandanan orang gila)
                      Lo…. Lagi pada ngapain? Kok melankolis, ditinggal pacar ya? Tenang aja, semua lelaki memang seperti itu. Mendingan kita nyanyi bareng yuk… (mulai bernyanyi)
Semua          : (hening)
Surti           : kok diam semua?? Ah, ndak asik, ndak gaul, ndak seru!
                      Surti pergi aja! Mau cari kang samsul?!
                      Kangmas… Kang samsul… Kang samsulku dimana?

Denok pulang menuju kampungya setelah 5 tahun bekerja di Luar Negeri.                
Surti           : (berjalan, bertabrakan dengan denok yang masuk pentas dengan dandanan orang kaya) kamu tau kang samsulku?
Denok          : hah? Kang samsul? Kang samsul siapa? Aku ndak tau!
Surti           : ndak tau ya sudah!
                      Kangmas… Kang samsul… Kang samsulku dimana?
Denok          : Mbok Jaaaaahhh…
Mbok Jah    : sopo kuwi? Kancane Siti paling?
Denok          : Iki aku, Mbok… Denok!
Mbok Jah    : Denok? Tenan iku Denok?
Denok          : Ini Denok, Mbok. Anak semata wayang Mbok Jah.
Mbok Jah    : Loalah, Cah Ayu! Kamu dari mana saja? Si Mbok kangen!
Denok          : Lima tahun ini aku kerja jadi TKW, Mbok. Gajiku gedhe! Sekarang sudah cukup buat beli rumah di perumahan yang lumayan bagus. Ayo, Mbok! Kita pergi dari sini.
Mbok Jah    : ndak ah, nduk. Mbok ndak mau pindah. Piye nasib tetangga kita?
Denok          : emang’e ada apa to, Sit?
Siti             : Besok lahan ini bakal digusur, mbak.
Denok          : Apa???


Babak 6
Kontraktor   : ini baru tanah yang bagus untuk dibangun, pasti akan untung. Iya kan, pak Lurah?
Carik            : (sambil mencatat) ya, yaa bagus bos (gugup)
Kontraktor   : sudah di distribusikan ganti rugi pada warga? Warga juga telah setuju kan dengan jumlah yang saya tawarkan. Apa perlu saya yang langsung melakukan kesepakatan dengan mereka?
Lurah           : ooooooo… jangan-jangan, semua sudah beres kok, ganti rugi sudah disepakati warga. Lahan ini siap untuk ratakan. Jadi, bapak tidak perlu repot-repot lagi.
Carik           :  selain itu menurut informasi, warga telah membeli perumahan sederhana. Namun layak huni.
Kontraktor   : jadi ganti rugi yang saya berikan layak bagi mereka. Terima kasih telah membantu saya dalam hal ini, pak lurah dan bu carik memang pejabat teladan.
Lurah           : terimakasih atas kepercayaannya, kami sangat menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan kepada orang lain terhadap kami.
Kontraktor   : Kita tinjau yang sebelah sana pak, sebelah sana calonnya saya bangun supermarket.

Tiba-tiba dari arah yang dituju, seluruh warga berbondong-bondong mendatangi ketiga orang tersebut.

Kontraktor   : Lho, ada apa ini? Mereka itu siapa, pak Lurah?
Lurah           : mereka..., mereka..., ehm...,
Kontraktor   : mereka itu siapa?
Carik           : mereka itu...
Siti             : kami ini warga kampung kardus, pak. Kami ada di sini untuk menagih uang ganti rugi dari pembeli lahan ini
Kontraktor   : saya orangnya. Memangnya ada apa? Pak Lurah dan Bu Carik bilang kalau masalah uang sudah beres.
Neneng        : beres bagaimana? Kami tidak terima jika diperlakukan seperti ini! Ini namanya penindasan!
Kontraktor   : penindasan bagaimana? Saya kan sudah mengganti setiap meter tanah dengan harga 500ribu, lalu penindasannya ada di bagian mananya?
Semua          : 500ribu???
Kontraktor   : iya, 500ribu. Masih kurang? Saya rasa itu harga yang sudah pantas untuk tanah di daerah yang seperti ini.
Siti             : berarti pak Lurah dan Bu Carik menipu kita? Masak 500ribu bisa menjadi 50ribu?
Kontraktor   : apa? 50ribu?
Lurah+Carik : (hanya bisa nyengir di antara para warga)
Denok          : iya, benar! Mereka bilang bahwa hanya mendapatkan 50ribu permeternya
Kontraktor   : dasar kalian berdua penipu! Tukang korupsi! Bagaimana rakyat mau sejahtera kalau pejabatnya seperti ini?!
                      Ayo kita bawa saja mereka ke kantor polisi?!
Lurah+Carik : jangan, ampuni kami.. jangan bawa kami ke kantor polisi?!
Surti           : (tiba-tiba datang dan memukuli Lurah dan Carik)
                      Penipu?! Jahat?! Kalian sama saja seperti kang samsul?!
                      Kang samsul? Kang samsul kamu dimana??? (pergi).
Denok          : ya sudah semuanya tenang,,, sekarang pak Lurah dan bu carik sudah di bawa ke kantor polisi sama pak konraktor, biar di urusi pihak berwajib.
Kontraktor   : ya, setelah menyerahkan mereka berdua ke kantor polisi, saya akan kesini lagi dan mengurus uang ganti rugi yang sesungguhnya.
Semua          : yeeeeeeeee....................



Selesai